Narsis menurut psikologi :D

Narcissism – dalam dunia psikologi
Berikut adalah berbagai macam definisi mengenai narccism.
J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi
  1. cinta-diri, perhatian yang sangat berlebihan kepada diri sendiri
  2. satu tingkat awal dalam perkembangan manusiawi, dicirikan secara khas dengan perhatian yang ekstrim kepada diri sendiri, dan kurang atau tidak adanya perhatian pada orang lain. Narsisime ini bisa terus menerus, dan berlanjut sampai memasuki masa kedewasaan sebagai satu bentuk fiksasi (psikoanalisa)
Dalam thefreedictionary.com. yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini.
1. mencintai atau mengagumi diri sendiri
2. kondisi psikologi yang dicirikan oleh self-preoccupation, rendahnya rasa empati, dan kurangnya self-esteem yang tidak disadari
3. kepuasan erotis yang berasal dari konteplasi atau kekaguman akan diri sendiri khususnya sebagai bentuk fiksasi atau regresi pada tingkat perkembangan yang infantil
4. suatu atribut bagi kejiwaan seseorang yang dicirikan oleh kekaguman akan dirinya sendiri yang melebihi kewajaran.

Dari kedua pengertian tersebut, inti dari narsisme adalah kecintaan yang berlebihan akan diri sendiri (seperti kecintaan Narccisus yang berlebihan atas bayangan wajahnya). Kecintaan yang berlebihan pada diri sendiri merupakan hal yang kurang wajar. Dalam dunia psikoanalisa, narsisme di masa dewasa mengindikasikan adanya fiksasi atau perkembangan yang infantil. Bisa dikatakan bahwa narsisme merupakan indikasi keperibadian orang dewasa yang tidak matang. Oleh karena itu narsisme merupakan salah satu gangguan kepribadian (personality disorder) yang merujuk pada kurang mampunya beradaptasi dengan orang lain.
Gejala-gejala yang paling umum pada narsisme adalah kecenderungan mengunggul-unggulkan diri sendiri, merasa dirinya teramat baik, kagum pada dirinya sendiri membutuhkan sanjungan dari lingkungan sekitarnya, dan tidak peka dengan kebutuhan atau perasaan orang lain. Hal ini tentu berbeda dengan rasa percaya diri yang merupakan indikasi kepribadian yang matang. Seorang yang percaya diri, mengenal segala kelebihan dan kekurangan dirinya dengan baik, tidak memerlukan sanjungan dari orang lain, dan biasanya memiliki kemampuan sosialisasi yang baik pula.
Umumnya narsisme berkembang sejak masa kanak-kanak dimana lingkungannya (khususnya orang tua) memiliki pengharapan yang terlalu besar terhadapnya. Sebagai anak-anak pengharapan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan rendahnya harga diri bila tidak mampu mencapainya. Padahal pengakuan dari orang tua akan berbagai kemampuannya akan sangat berarti. Berbagai kegagalan kumulatif akan memperendah harga dirinya. Akibatnya ia membutuhkan dukungan orang lain untuk membangun harga dirinya tersebut. Cinta, kekaguman, pujian dan sanjungan dari orang lain menjadi satu-satunya bantuan bagi dirinya. Kehadiran seseorang yang selalu memberikan pujian bagi apapun yang Ia lakukan memupuk narsisme. Di sisi lain, idealisme dari lingkungan yang didapatkannya sejak kecil, membuatnya menerapkan hal yang sama kepada lingkungannya. Ia tidak akan habis-habisnya mengkritisi segala kekurangan di lingkungannya.

Narsisme ini memiliki hubungan yang kuat dengan kemarahan. Seorang narsisme cenderung lebih cepat marah kepada orang lain, dikarenakan menemui hal-hal yang kurang sesuai menurut pandangannya. Seorang narsisme yang berkeyakinan bahwa pandanganlah yang paling benar, mudah sekali terganggu dengan keadaan tersebut. Belum lagi bila menemui kegagalan. Seorang narsisme akan menganggap kegagalan tersebut sebagai hal yang tidak adil bagi dirinya. Ia akan mencari orang-orang yang dapat meningkatkan harga dirinya. Bila tidak ia akan menyampaikan kepada orang lain berbagai pujian dan sanjugan akan keunikan atau kelebihannya, untuk meningkatkan harga dirinya itu.

Kalau direnungkan, istilah narsis yang populer dalam perbincangan sehari-hari tidak sepenuhnya sama dengan asal muasal kata tersebut di bidang psikologi. Yah…mungkin ada kesamaan beberapa kecenderungan. Namun belum tentu orang yang sehari-hari mendapat julukan narsis memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Apalagi kalau cuma dijuluki narsis gara-gara suka foto sana-sini. Tenang saja, yang satu ini belum digolongkan dalam salah satu gangguan kepribadian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hippo Time :))

Istilah ini di ambil dari kebiasaan kuda nil yg merendam diri dalam air. Sesekali ia memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam air. Setelah cukup lama , ia muncul lagi ke permukaan.

Kita pun butuh untuk memasukkan diri ke dalam air yang tenang, merenungkan masalah kita sebelum akhirnya kembali ke dunia nyata.

Ketika kita merenung, memikirkan diri atau menenangkan diri dari suatu kejadian yang tidak menyenagkan yang baru di alami.

Hippo Time bisa sangat bermanfaat , asal jangan terlalu lama.
Putuskan berapa lama "hippo time" akan betlangsung dalam hidup anda. Ingat, jangan lama-lama.
Setelah itu, katakan dengan tegas "Saya menerima kenyataan ini, dan sekarang saya memutuskan harus melanjutkan kehidupan saya."

Inilah masa-masa ketika anda belajar menerima sekaligus berdamai dengan pengalaman pahit anda.

Mereka yang hebat adalah mereka yang bisa bangkit setelah menghadapi masalah.





_di kutip dari majalah Intisari_